Paulo Uchibori, his wife and three children

(Died year 304 BC) Waves of persecution that occurred in Japan in early 1600, during which time many Christians to become martyrs. On 20 February 1627, the church leaders called Uchibori Paulo, his wife and three children in the hold of the missionaries. On that day, Paulo and 37 other Christians beaten, diarak naked through the city center and imprisoned in the Palace of Shimabara. On the next day, the Christians are persecuted. The Government does not intend to make them martyrs, but they use terkeji ways to force the Christian faith they deny. One of the soldiers harass Paulo sebilah when he holds a knife, saying, "How many fingers children that we should take?" Paulo said, "All's up to you." The soldiers cut off all the fingers of children Paulo except the thumb and pinkie them, said the Christian people should have less finger from the animal. Paulo's oldest two children, Antonio and Barutabazaru merelakan spoke to the soldiers they are, without a cry or show pain. Paulo the youngest child, Ignatius, five-year-old. He also does not show pain when the fingers cut hands. He hands the blood of berlumuran to the heavens, to God mempersembahkannya. They were surprised to see that with what they saw and their hearts by courage dijamah children. Then the soldiers bind the hands and feet to 16 prisoners including children Paulo and threw them many times in ice water to a very cold in the Gulf of Shimabara. However the people are Christian does not want to deny their faith. Words last Antonio before he swallowed the sea is lost, "Father, we must be grateful to Allah because it gives us incredible blessing like this." After her children drowned, Paulo faces stamped with the three letters from the Japanese word "Christian." He was thrown to the streets with any posts in kimononya that my clothes, "Dihukum as a Christian. Disallows help this person or give this protection. " A week after the death of martyrs children, Paulo brought to Mount Unzen up to 15 people with other Christians to feel "punishment in Hell crater Unzen." Paulo swing upside down and sent down to the surface water is boiling sulfur many times. He prayed with a loud voice each time, realize it is part of the Body of Christ, "Holy Communion should be purified." Finally, her body was thrown into a boiling cauldron evaporate. Now faith Paulo and children strengthen us. We know that they, along with many people without Japanese Christian name, received in the presence of Jesus and now they put on white robes.
Source : Elia Stories

(Meninggal tahun 304 Masehi)

Gelombang penganiayaan yang keras terjadi di Jepang pada awal tahun 1600, di mana selama waktu tersebut banyak umat Kristen menjadi martir.

Pada tanggal 20 Februari 1627, pemimpin gereja bernama Paulo Uchibori, istrinya dan ketiga anaknya ditahan karena menampung para misionari. Pada hari itu, Paulo dan 37 orang Kristen lainnya dipukuli, diarak telanjang melalui pusat kota dan dipenjarakan di Istana Shimabara.

Pada keesokan harinya, orang-orang Kristen tersebut dianiaya. Pemerintah tidak berkeinginan menjadikan mereka martir, tetapi mereka menggunakan cara-cara terkeji untuk memaksa orang-orang Kristen menyangkal iman mereka. Salah satu prajurit mengusik Paulo ketika ia memegang sebilah pisau, dengan berkata, “Berapa banyak jari anak-anakmu yang harus kami ambil ?” Paulo menjawab, “Semua terserah padamu.”

Para prajurit memotong semua jari anak-anak Paulo kecuali jempol dan kelingking mereka, dengan berkata orang-orang Kristen seharusnya mempunyai jari lebih sedikit dari binatang. Dua anak tertua Paulo, Antonio dan Barutabazaru merelakan jari-jari mereka kepada para prajurit tersebut, tanpa menangis atau menunjukkan kesakitan. Anak Paulo yang bungsu, Ignatius, berumur lima tahun. Ia juga tidak menunjukkan rasa sakit saat jari-jari tangannya dipotong. Ia mengangkat tangannya yang berlumuran darah ke langit, mempersembahkannya kepada Allah. Mereka yang melihat terkejut dengan apa yang mereka saksikan dan hati mereka dijamah oleh keberanian anak-anak itu.

Lalu para prajurit mengikat tangan dan kaki ke-16 tahanan tersebut termasuk anak-anak Paulo dan melemparkan mereka berkali-kali ke dalam air es yang sangat dingin di Teluk Shimabara. Walaupun begitu orang-orang Kristen tersebut tidak mau menyangkal iman mereka. Kata-kata terakhir Antonio sebelum ia hilang ditelan laut adalah, “Ayah, kita harus bersyukur kepada Allah karena memberikan kita berkat luar biasa seperti ini.”

Setelah anak-anaknya ditenggelamkan, wajah Paulo dicap dengan tiga huruf Jepang dari kata “Kristen.” Ia dilemparkan ke jalan-jalan dengan tulisan di baju kimononya yang terbaca, “Dihukum karena menjadi Kristen. Dilarang menolong orang ini atau memberinya perlindungan.”

Seminggu setelah kematian martir anak-anaknya, Paulo dibawa ke atas Gunung Unzen dengan ke 15 orang Kristen lainnya untuk merasakan “siksaan di dalam neraka kawah Unzen.” Paulo digantung terbalik dan diturunkan ke atas permukaan air sulfur yang mendidih berkali-kali. Ia berdoa dengan suara keras setiap kali, menyadari ia adalah bagian dari Tubuh Kristus, “Perjamuan Suci harus disucikan.” Akhirnya, tubuhnya dilemparkan ke dalam kawah mendidih yang menguap.

Sekarang iman Paulo dan anak-anaknya menguatkan kita. Kita tahu bahwa mereka, bersama dengan banyak orang-orang Kristen Jepang tanpa nama, diterima dalam hadirat Yesus dan sekarang mereka mengenakan jubah putih.

Sumber : Elia Stories




Return to Main Menu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar